Lampung Selatan Jadi Opsi Utama Usai Tingginya Harga Gabah

Padi
Foto: Unsplash.com/ Yuki Ho

HEADLINES.ID – Sebelum musim panen, pemasok di luar Lampung Selatan (Lamsel) bisa membeli gabah kering panen (GKP) di sana, tapi sekarang harga jualnya terlalu tinggi, mereka tidak bisa lagi.

Harga pabrik Rp 6.100 per kg, dan rata-rata harga GKP petani di wilayah tersebut saat ini Rp 5.800 per kg. Biayanya sama dengan pabrik di luar daerah.

Akibat tingginya harga itu, pemasok gabah di Lamsel, Rayon Timur, mengaku pembeli dari luar daerah memilih berhenti membeli karena harga beli sudah tidak termasuk. Harga jual beras di pasaran Rp 10.700 per kg.

Harganya sama dengan produsen di luar daerah, namun pemasok di Lampung lebih memilih memasok ke pabrik terdekat karena biaya pengiriman lebih murah. Misalnya, biaya pengiriman mobil ke Serang saat ini Rp 3 juta. Padahal, ongkos pindah mobil ke Metro Lampung hanya Rp 1,3 juta. Karena itu, pedagang lokal membeli gabah dari Lamsel.

Saat didekati, katanya, “Bukan hanya satu atau dua pembeli dari luar daerah yang tidak mampu menyerapnya, hampir semuanya mengalami hal yang sama.”

Gabah Lampung Selatan

Karena Lamsel adalah wilayah terakhir yang memanen musim tanam ini, pemasok lokal dan internasional saat ini memfokuskan usaha mereka di sana untuk membeli gabah dari petani. Selain itu, gagal panen terjadi di sejumlah tempat baik di dalam maupun di luar Lampung.

Pasar lebih memilih Lamsel karena dinilai memiliki hasil gabah yang sangat baik. Daerah ini secara tradisional menjadi sumber beras bagi beberapa daerah, antara lain Indramayu, Cirebon, Subang, Cianjur, Serang, Balaraja, dan Medan.

Wilayah ini telah lama menjadi medan pertempuran. Harga sudah tinggi sejak lama, padahal belum ada perusahaan yang masuk ke pasar ini,” klaimnya. Rayon terpaksa membeli gabah dari daerah lain, terutama Jawa Barat, akibat tingginya harga tersebut.

Untuk mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan, ia berharap ada pemeriksaan silang dari banyak pihak, terutama pemerintah daerah, dan agar petani tidak menjadi korban jika harga anjlok saat panen raya. Dia menduga ada upaya provokasi untuk mencegah masuknya pembeli dari luar Lampung guna mengurangi persaingan.

“Harga sudah tinggi sejak lama, padahal belum ada perusahaan yang masuk ke sini,” ujarnya.

Ia menyukai harga yang tinggi karena selama ini para tengkulak sering menekan biaya karena kurangnya pilihan akses pasar yang tersedia. Petani akibatnya tidak menghasilkan banyak uang.


Ikuti Kami di Google News: HEADLINES.ID