Headlines.id – Pinangki Sirna Malasari dituntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menilai tuntutan Pinangki itu terlalu ringan. Kenapa?
“Tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan. Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum. Terlebih ia merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara Joko S Tjandra. Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Selasa (12/1/2021).
Keterangan Pinangki yang membantah dakwaan jaksa terkait penerimaan USD 500 ribu dari Djoko Tjandra dalam mengupayakan fatwa Mahkamah Agung (MA) seharusnya jadi pemberat Pinangki. ICW menilai seharusnya Pinangki dituntut 20 tahun penjara.
“Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya Jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki. ICW berpandangan semestinya tuntutan yang layak kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal, yakni 20 tahun penjara,” kata Kurnia.
“Untuk itu, ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan Jaksa lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari,” tambahnya.
Senada dengan Kurnia, Koordinator MAKI Boyamin Saiman juga menyayangkan tuntutan jaksa terhadap Pinangki. Dia berharap majelis hakim nantinya akan menghukum Pinangki 20 tahun lebih dari tuntutan jaksa.
“Saya menyesalkan tuntutan itu, karena itu saya anggap sangat ringan, padahal dia selain didakwa dan dituntut Pasal 5 (tindak pidana korupsi) juga dengan TPPU, mestinya kan 20 tahun hukumannya, inikan Pinangki penegak hukum, jaksa, dan juga uangnya di atas Rp 6 miliar, untuk itu mestinya dituntut 20 tahun,” kata Boyamin.
Boyamin juga menduga jaksa memberi tuntutan ke Pinangki karena takut Pinangki buka-bukaan membongkar sejumlah nama pejabat Kejagung. Dia menyebut tuntutan jaksa tidak berdasarkan keadilan.
“Kalau analisa tuntutan 4 tahun dugaan saya karena supaya Pinangki nanti tidak akan membuka yang lebih banyak lagi, jadi ini sebagai upaya Pinangki nggak buka-bukaan, karena kalau dituntut tinggi bisa saja Pinangki akan buka-bukaan bisa menyebut beberapa nama yang lain,” tutur Boyamin.
Sebelumnya, jaksa menuntut Pinangki dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Pinangki disebut jaksa terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Dalam pertimbangannya, jaksa mengatakan Pinangki menerima USD 500 ribu dari Djoko Tjandra melalui Andi Irfan Jaya. Menurut jaksa, Pinangki hanya menguasai USD 450 ribu, karena USD 50 ribu-nya Pinangki berikan ke Anita Kolopaking.
Menurut jaksa, uang USD 500 ribu itu diterima Andi Irfan Jaya melalui adik ipar Djoko Tjandra bernama Haryadi Kusuma. Andi Irfan menerima uang itu di kawasan Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, jaksa juga menilai Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki disebut jaksa menyamarkan asal-usul uang USD 450 ribu yang dikuasainya dari Djoko Tjandra dengan menukarkan uang, mentransfer, dan membelanjakan.
“Bahwa dari USD 500 ribu terdakwa menukar mata uang rupiah sebesar Rp 4,7 miliar melalui money changer dengan cara melalui orang lain dari saksi Sugiarto, Beny Sastrawan, maupun menggunakan nama lain, serta membelanjakan dan mentransfer uang itu ke sejumlah rekening kartu kredit,” kata jaksa.
“Dengan demikian, unsur menempatkan, membelanjakan, mengubah bentuk, menghibahkan, telah terbukti secara sah menurut hukum,” tambah jaksa.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra terkait upaya pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra bermufakat jahat untuk menyuap sejumlah pejabat di Kejagung dan MA.
Atas dasar itu, Pinangki diyakini jaksa melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jaksa menyebut Pinangki bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor. Pinangki juga diyakini melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. (detikcom/hli)