Headlines.id – Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengamankan 15 orang pelaku pemalsuan surat bebas COVID-19. Dua di antaranya adalah eks relawan validasi KKP dan oknum dari perusahaan farmasi.
“Ini (pemalsuan surat swab) rupanya 1 komplotan 15 orang tersangka yang berhasil diamankan dengan peran masing-masing. Terorganisir mereka,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dalam jumpa pers di Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Senin (18/1/2021).
Yusri mengatakan bahwa komplotan ini sudah beraksi sejak Oktober 2020. Para pelaku memanfaatkan persyaratan surat tes COVID-19 untuk penumpang pesawat terbang.
“Dampaknya adalah dengan pemalsuan surat swab ini, persyaratan untuk terbang adalah harus ada surat swab baik itu rapid tes, swab antigen, atau PCR. Karena ada beberapa provinsi tidak mau terima antibodi, ada yang antigen ada yang PCR. Nah inilah mereka terorganisir, sejak bulan Oktober lalu,” terangnya.
Lebih lanjut, Yusri mengungkapkan kalau ada 2 aktor intelektual dari kasus pemalsuan surat swab ini, yakni DS selaku mantan relawan Validasi KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) dan U selaku pegawai fasilitas rapid test dari perusahaan farmasi.
“Pelaku utamanya aktor intelektual adalah mantan relawan inisial DS, dia dulu relawan dari Validasi KKP. Karena memang kan relawan ini pakai kontrak kerja, rupanya dia belajar dari dalam kemudian dia mencoba bermain. Yang kedua aktor intelektualnya adalah saudara U. Dia adalah pegawai fasilitas daripada rapid test di PT Kimia Farma,” jelas Yusri.
Menurutnya, DS lah yang menerbitkan surat bebas COVID-19 palsu itu. DS mengeluarkan surat swab test palsu tanpa tes dengan harga hingga Rp 1,5 juta.
“Orang pesan swab antigen dia ketik namanya lengkap di situ. Dia cuma minta data pribadi tanpa melalui swab atau rapid test. Cukup dengan bawa KTP, bayar sesuai harga yang ditentukan, itu sudah dapat surat untuk terbang. Bayarannya sekitar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta dia terima pembayaran dari orang yang mau terbang,” beber Yusri.
Atas perbuatannya tersebut, seluruh pelaku disangkakan pasal berlapis, mulai dari Pasal 93 di UU Karantina Kesehatan, Pasal 14 di nomor 4 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 263 KUHP, dan Pasal 268 KUHP. Adapun ancaman penjara yang diberikan selama 6 tahun penjara.
(detikcom/hli)