Headlines.id – KPK tengah menelusuri kebenaran informasi mengenai dugaan pemerintah mengucurkan dana Rp 90,45 miliar untuk jasa influencer atau pemengaruh. Namun sejauh ini KPK belum menentukan sikap pasti lantaran informasi itu perlu dipastikan dulu kesahihannya.
“Sebagai lembaga antikorupsi tentu saja hukumnya menjadi wajib bagi KPK untuk memperhatikan isu-isu pemberantasan korupsi yang menjadi pembicaraan masyarakat, termasuk soal isu kucuran dana untuk influencer ini,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan, Senin (24/8/2020).
“Tentu saja cara kerja KPK menyikapi informasi tersebut tidak harus disampaikan secara terbuka,” imbuhnya.
Informasi mengenai kucuran dana miliaran rupiah yang disebut dari pemerintah itu berawal dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Nawawi mengaku bila informasi itu perlu dicek dulu kebenarannya.
“Kita sedang cermati ada tidaknya kebenaran tersedianya anggaran itu,” kata Nawawi.
Bila benar adanya, KPK disebut Nawawi bisa mengkaji dari sisi pencegahan atau melalui tugas pengawasan. Tidak menutup kemungkinan pula, kata Nawawi, KPK bergerak pada unsur pidananya.
“Bisa saja seperti itu (pencegahan) sebagai bentuk tugas monitoring KPK yaitu melakukan kajian, tapi bisa juga dalam bentuk penyelidikan,” ucap Nawawi.
Seperti dikutip dari detikcom temuan ICW itu sebelumnya disampaikan oleh peneliti ICW Egi Primayogha dalam konferensi pers pada Kamis, 20 Agustus 2020. ICW menyebut pemerintah diduga menggelontorkan anggaran Rp 90,45 miliar untuk jasa influencer.
“Kata kunci yang penting disoroti adalah influencer dan key opinion leader. Ditemukan 40 paket pengadaan dengan dua kata kunci tersebut. Jumlah anggaran belanja untuk influencer mencapai Rp 90,45 miliar. Anggaran belanja untuk influencer semakin marak sejak tahun 2017,” kata Egi.
ICW mengumpulkan data ini dalam kurun 14-18 Agustus 2020 dengan menelusuri salah satunya dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). ICW menemukan ada Rp 1,29 triliun total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital, yang Rp 90,45 miliar di antaranya digunakan untuk jasa influencer.
Namun perihal itu ditepis Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Ardian. Donny meminta ICW membuktikan tuduhannya itu.
“Setahu saya tidak ada anggaran sebesar itu untuk influencer. Kedua, pemerintah kan memiliki channel-channel resmi ya, seperti Kominfo, kemudian juga ada juru bicara-juru bicara dari Istana, di KSP. Jadi saya kira, tidak seperti yang dituduhkan ICW ya,” kata Donny.
“Saya pikir itu artinya tuduhan ICW itu harus di bisa dibuktikan. Sekali lagi, pemerintah menganggarkan sampai sekian untuk influencer itu perlu diklarifikasi dari mana temuan itu,” imbuh Donny.
Lebih lanjut Donny merasa heran terhadap penggunaan influencer yang selalu dipermasalahkan. Menurutnya, tak ada yang salah dengan menggunakan jasa influencer.
“Ketiga, kita juga heran kenapa selalu influencer yang dipersoalkan. Influencer itu kan seperti kalau dulu ada layanan masyarakat kita menggunakan public figure. Kenapa? Karena dia dikenal orang banyak, dia dikenal. Sehingga ketika orang melihat dia, kemudian tertarik untuk mendengar apa yang disampaikan,” paparnya.
“Jadi sebenarnya influencer ini, kalau kita bicara influencer ya, influencer kalau memang yang bersangkutan itu punya kompetensi, substansi menguasai, materi menguasai apa salahnya? Sejauh tidak memutarbalikkan fakta, sejauh tidak ada kebohongan publik. Dia mensosialisasikan suatu program yang baik. Kecuali dia mensosialisasikan sesuatu yang tidak benar, sesuatu yang menyesatkan, itu yang kita tidak tolerir,” sambung Donny. (detikcom/hli)