Headlines.id – Sejumlah anggota Front Pembela Islam (FPI) mendeklarasikan berdirinya Front Persatuan Islam yang juga memiliki singkatan FPI. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Front Persatuan Islam pun disebut mirip dengan Front Pembela Islam.
“AD/ART (Front Persatuan Islam) sama dengan Front Pembela Islam kemungkinan,” ujar kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar, saat dihubungi, Minggu (3/1/2021).
Aziz menambahkan FPI belum mengumumkan kepengurusan Front Persatuan Islam. Bila ada nama-nama kepengurusan Front Persatuan Islam, lanjutnya, hal itu adalah hoax.
“Belum ada resmi. Kalau ada itu hoax,” ucapnya.
Dia belum menjelaskan kapan struktur organisasi, logo, visi-misi, dan hal lainnya tentang Front Persatuan Islam diumumkan. Aziz hanya mengatakan konsolidasi masih dilakukan.
“(Belum diumumkannya) karena belum disepakati dan diputuskan,” tandas dia.
Untuk diketahui, Front Pembela Islam dilarang pemerintah. Mendagri Tito Karnavian pun sebelumnya mengatakan masalah yang ada saat ini adalah soal Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga FPI.
“Mengenai masalah ormas terkait FPI, ini masih pada kajian di Kementerian Agama. Betul rekan-rekan dari FPI sudah buat surat di atas meterai mengenai kesetiaan atau pernyataan terhadap negara dan Pancasila. Tapi problemnya di AD/ART,” kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019) lalu.
”Di AD/ART itu di sana disampaikan tadi juga sudah dibacakan Pak Junimart bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiyah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengawalan jihad. Ini yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, karena ini ada kabur-kabur bahasanya,” ucap Tito.
Tito lalu berbicara soal teori teologi dari kata-kata ‘penerapan Islam secara kafah’. Tito kemudian menyinggung soal NKRI bersyariah.
“Nah, kata-kata mengenai penerapan Islam secara kaffah ini teori teologinya bagus. Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh, apakah seperti itu. Kalau dilakukan bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis mungkin, elemen minoritas yang dulu pernah dipikirkan oleh para founding fathers kita. Salah satu yang diperhitungkan kemungkinan nanti akan diimbangi lagi di daerah-daerah tertentu,” ucap Tito.
“Seperti di Papua dulu pernah Manokwari membuat perda sendiri, sesuai dengan prinsip keagamaan di sana. Nanti Bali juga membuat perda sendiri sesuai prinsip keagamaan di sana. Ini bisa berdampak pada goyangnya solidaritas kebinekaan, ini semua saya kira silakan kita pikirkan sebagai wacana. Kemudian di bawah naungan khilafah Islamiyah, kata-kata khilafah-nya kan sensitif, apakah biologis khilafah Islamiyah ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI ini,” jelas Tito.
Kembali ke Aziz, ia menjelaskan maksud dari khilafah Islamiyah. Ia menyebut penegakan khilafah Islamiyah tak menghapus NKRI.
“Menegakkan khilafah Islamiyah di zaman ini bukan dengan menghapus NKRI dan negara-negara Islam lainnya seperti Saudi, Mesir, Yaman, Turki, Pakistan, Malaysia, Brunei dan sebagainya. Akan tetapi dengan mensinergikan hubungan kerja sama semua negara Islam, khususnya anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), untuk menghilangkan semua sekat yang ada di antara negara-negara tersebut,” jelas Aziz.
Aziz menerangkan ada 10 hal yang diperjuangkan. Di antaranya yakni meningkatkan fungsi dan peran OKI serta membentuk parlemen bersama dunia Islam.
“Juga mengusulkan pembentukan pakta pertahanan bersama dunia Islam, penyatuan mata uang dunia Islam, penghapusan paspor dan visa antar-dunia Islam, kemudahan asimilasi perkawinan antar-dunia Islam, penyeragaman kurikulum pendidikan agama dan umum dunia Islam, pembuatan satelit komunikasi bersama dunia Islam serta pendirian mahkamah Islam internasional,” imbuh Aziz.
“Sangat tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, malah sangat bagus. Apa masalahnya?” lanjutnya. (detikcom/hli)