HEADLINES.ID – Rekonstruksi penembakan polisi di Lampung makin bikin publik terhenyak, karena kenyataannya jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.
Dalam proses yang digelar di markas Satlog Denbekang, Bandar Lampung, ada 71 adegan yang diperagakan dan semuanya bikin bulu kuduk merinding, terutama karena tiga anggota polisi tewas di tengah operasi penggerebekan judi sabung ayam.
Rangkaian adegan ini jadi semacam film thriller, tapi dengan naskah nyata dan tragis yang mengungkap bagaimana rentetan kejadian berjalan dari awal sampai akhir.
Dari sekian banyak momen yang diperagakan, sorotan paling tajam tertuju ke Kopda Basarsyah, sosok yang ternyata sudah membawa senjata laras panjang bahkan sebelum kejadian dimulai.
Dia naik mobil Toyota Hilux warna hitam dengan pelat BE 13 AS menuju lokasi perjudian di Way Kanan, seperti orang yang tahu akan ada kekacauan.
Saat polisi mendekat untuk melakukan penggerebekan, penembakan brutal langsung terjadi, seakan sudah ada niat dari awal untuk melawan dengan kekerasan.
Kenapa bisa sampai seganas itu? Apa sebenarnya yang mendorong tindakan nekat seperti ini?
Tembakan pertama yang menewaskan Aipda Anumerta Petrus Aprianto terjadi di pinggir jalan, saat dirinya hendak menghampiri pelaku.
Lima adegan setelah itu, AKP Anumerta Lusiyanto juga jadi korban peluru, dan semua berlangsung cepat dan liar di lokasi terbuka yang penuh risiko.
Adegan paling tragis mungkin ada di urutan ke-54, saat Briptu Anumerta M. Ghalib Surya Ganta tertembak di dalam kebun singkong, menunjukkan pelaku bergerak cepat sambil mencari tempat persembunyian.
Semua titik kejadian disusun ulang secara mendetail, tapi tetap saja menyisakan tanya besar, ada yang janggal dalam skenario ini?
Pihak keluarga korban dan tim kuasa hukum dari Hotman Paris ikut menyaksikan jalannya rekonstruksi, dan ternyata mereka tak puas sama sekali.
Menurut kuasa hukum keluarga, Putri Maya Rumanti, proses rekon ini belum menyentuh akar soal.
Unsur niat, jenis senjata yang digunakan, jarak tembak, bahkan jumlah peluru, katanya, tidak diperjelas secara teknis.
Padahal, informasi kayak begini penting banget untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan. Bukankah rekonstruksi seharusnya jadi momen untuk mengupas segala misteri yang belum terjawab?
Yang lebih bikin gemas, dari total 80 adegan yang harusnya ditampilkan, ternyata cuma 71 yang diperagakan.
Ke mana sisanya? Apa karena kelalaian, atau justru ada sesuatu yang sengaja disembunyikan?
Beberapa pihak menilai ada indikasi bahwa sebagian besar adegan penting malah justru dihilangkan, entah demi kepentingan siapa.
Kalau sudah begini, publik makin curiga, karena dari awal kasus penembakan polisi di Lampung ini memang sudah dipenuhi tanda tanya.
Proses rekonstruksi penembakan polisi di Lampung bukan cuma perkara hukum, tapi juga soal rasa keadilan dan transparansi yang kini dipertaruhkan di mata publik.