Krisis Air Jadi Penyebab Penurunan Ekonomi di China dan India

Krisis Air Bersih
Foto: Unsplash.com/ Jeff Ackley

HEADLINES.ID – Aspek yang paling penting dan mungkin paling merusak dari masalah iklim adalah kelangkaan air. Menurut para peneliti, ekonomi utama Asia, termasuk China dan India akan menjadi yang paling terkena dampak dari defisit air ini.

“Seperti diketahui secara umum, Asia adalah kawasan industrialisasi di mana urbanisasi terjadi paling cepat. Akibatnya, peran air sangat diperlukan oleh warga di sana,” menurut Arunabha Ghosh, CEO Dewan Energi, Lingkungan, dan Air.

Menurut Ghosh, yang dikutip CNBC pada Selasa, 13 Juni 2023, “Bukan hanya industri lama seperti pembuatan baja, tetapi industri baru seperti manufaktur chip semikonduktor dan peralihan ke energi bersih yang akan membutuhkan banyak air. Industri tersebut juga merupakan mesin baru bagi percepatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang merupakan kawasan yang mendorong adanya ekspansi global.”

Permintaan air tawar di seluruh dunia melebihi pasokan sebesar 40–50% pada tahun 2030. Ghosh menekankan bahwa masalah kelangkaan air telah melampaui perekonomian secara keseluruhan dan tidak boleh pemerintah anggap sebagai masalah sektoral.

Untuk menghindari guncangan ekonomi akibat kelangkaan air yang parah, dia berpendapat bahwa ekonomi Asia harus memahami bahwa ini adalah kebaikan bersama di kawasan dan  kepentingan mereka sendiri untuk mengurangi risiko yang akan mereka hadapi.

India selaku negara paling padat di dunia, tentunya paling menderita karena adanya krisis air ini. Menurut Bank Dunia, negara ini adalah yang paling tertekan air di dunia. Meskipun merupakan rumah bagi 18% populasi dunia, negara tersebut hanya memiliki sumber daya air yang cukup untuk 4% penduduknya.

Negara di Asia Selatan ini sangat bergantung pada musim hujan untuk memenuhi kebutuhan airnya, tetapi perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan banjir sehingga terjadi kekeringan di negara tersebut. Hal tersebut membuat kelangkaan air di negara tersebut semakin parah.

Cina Mengalami Akhir yang Sama

Menurut lembaga pemikir independen Lowy Institute, 50% akuifer Tiongkok terlalu kotor untuk digunakan untuk industri dan pertanian. Juga 80% hingga 90% air tanahnya tidak aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Separuh dari air sungai berbahaya bagi pertanian dan separuh lainnya tidak layak untuk diminum.

Perekonomian terbesar kedua di dunia ini telah mengambil langkah menuju peralihan ke energi bersih. Namun, batu bara masih memainkan peran penting dalam jaringan listriknya. Selain itu, tidak akan ada batu bara jika tidak ada air.

“Air merupakan input penting untuk pembangkit listrik tenaga batu bara. Jika air menjadi langka atau tidak tersedia untuk pembangkit listrik, pembangkit menjadi tidak dapat bekerja dengan optimal,” klaim Ghosh.


Ikuti Kami di Google News: HEADLINES.ID