Headlines.id
Nilai tukar rupiah babak belur melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pekan ini. Pada pekan ini rupiah sudah melemah dalam 4 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,88% terhadap dollar AS selama sepekan terakhir ke level Rp 14.860/US$ bahkan pada perdagangan akhir pekan depresiasi rupiah sempat membengkak hingga 0,67% ke Rp 14.920/US$ yang merupakan level terelemah sejak 14 Mei lalu dan semakin mendekati level Rp 15.000/US$.
Rupiah mengalami tekanan akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total yang kembali diterapkan di Jakarta.
Pada Rabu (9/9/2020) malam lalu, malam Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali mengumumkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total mulai 14 September. Pengumuman tersebut memberikan efek kejut pada perdagangan hari Kamis (10/9/20), dan semakin parah pada akhir pekan (10/9/20).
Dengan demikian, Indonesia hampir pasti mengalami resesi di kuartal ini. Bahkan, produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV juga berisiko terkontraksi jika PSBB total berlangsung hingga bulan depan. Maklum saja, kontribusi Jakarta terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional adalah yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengingatkan risiko kontraksi ekonomi di kuartal III-2020. Sri Mulyani mengatakan kuartal III masih akan berada di zona negatif karena penyebaran Covid-19 masih terus meluas sehingga kebijakan pembatasan sosial kembali dilakukan.
Dengan kondisi ini, maka outlook ekonomi Indonesia di tahun ini pun direvisi ke bawah. Pertumbuhan ekonomi sebelum Covid-19 diprediksi bisa tumbuh 5,3% dan saat ini menjadi -1,1 sampai 0,2%.
Dolar AS sebenarnya juga sedang tertekan pada pekan ini, yang membuat sebagian mata uang utama Asia mampu menguat. Tekanan tersebut terlihat dari indeks dolar AS yang melemah 0,43% selama sepekan terakhir. Indeks tersebut merupakan tolak ukur kekuatan the greenback.
Tekanan terhadap dolar AS terjadi setelah Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) tak mengubah kebijakannya dalam pengumuman rapat kebijakan moneter Kamis (11/9/2020) kemarin. Padahal banyak analis yang memprediksi akan ada perubahan mengingat perekonomian zona euro yang merosot sementara kurs euro terus menguat.
Bank sentral di bawah komando Christine Lagarde ini mempertahankan suku bunga acuan, main refinancing rate sebesar 0%, lending facility 0,25%, dan deosit facility -0,5%.
Sementara itu stimulus moneter berupa program pembelian obligasi (quantitative easing/QE), atau yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) masih tetap sebesar 1,35 triliun euro (US$ 1,6 triliun).