Kasus Suap Impor Bawang, PT DKI Kuatkan Vonis 5 Tahun Bui Elviyanto-Mirawati

Foto: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. (Ari Saputra/detikcom).

Jakarta – Permohonan banding Elviyanto dan Mirawati tidak membuahkan hasil. Keduanya tetap dihukum 5 tahun penjara terkait kasus suap kepengurusan impor bawang putih. Di kasus ini, nama anggota DPR dari PDIP I Nyoman Dharmantra dihukum 7 tahun penjara.

Seperti dikutip dari detik.com kasus bermula saat Afung berniat mengajukan permohonan kuota impor bawang dengan kerja sama PT Pertani (Persero). Untuk memuluskan usahanya, Afung menemui Dharmantra. Lalu Dharmantra mempercayakan hal itu ke Elviyanto dan Mirawati untuk menindaklanjuti.

Proses itu tidak gratis. Sehingga pergerakan mereka didengar KPK. Akhirnya keempatnya ditangkap dan diproses hukum.

Pada 6 Mei 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan Elviyanto dan Mirawati telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Dakwaan Alternatif Pertama Penuntut Umum. Oleh sebab itu, keduanya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Atas vonis itu, pengacara kedua terdakwa dan mengajukan banding. Apa kata Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta?

“Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 120/Pid.Sus/TPK/2019 PN.Jkt.Pst. tanggal 6 Mei 2020 yang dimintakan banding tersebut,” ucap majelis sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung, Jumat (14/8/2020).

Duduk sebagai ketua majelis James Butar-butar dengan anggota Singgih Budi Prakoso, M Lutfi, Rusydi dan Hening Tyastanto. Dalam permohonan memori banding itu, pengacara Elviyanto dan Mirawati mengajukan memori banding, yang isinya:

Judex Facti tingkat pertama telah melakukan kesalahan atau kekeliruan yang nyata dalam mengonstatir fakta-fakta yang terungkap di persidangan menjadi fakta hukum, sebagaimana termuat dalam putusannya pada halaman 57 s/d 246.
Judex Facti tingkat pertama telah melakukan kekeliruan yang nyata dalam memberikan pertimbangan terhadap unsur “Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara”, dan juga terkait dengan unsur delik penyertaan (deelmening) menurut Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Judex Facti tingkat pertama telah melakukan kekeliruan yang nyata dalam memberikan pertimbangan terhadap unsur “menerima hadiah atau janji”.

Judex Facti tingkat pertama melakukan kekeliruan yang nyata dalam memberikan pertimbangan terhadap unsur ” padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”.

Terdapat pertentangan antara putusan yang satu dan lainnya, yaitu putusan Judex Facti tingkat pertama dengan putusan PN No. 119/Pid.Sus- TPK/2019/PN.Jkt.Pst atas nama I Nyoman Dhamantra.

(asp/elz/hli)


Ikuti Kami di Google News: HEADLINES.ID