3 Info soal Utang RI Warisan Belanda

Headlines.id

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bercerita bahwa sejak era kemerdekaan, Indonesia dihadapkan pada kondisi ekonomi yang sulit. Meskipun Indonesia sudah mengumumkan kemerdekaan sejak 1945, Belanda sendiri baru menerima itu pada tahun 1949-an.

Sedangkan dari segi perekonomian, Indonesia telah diwariskan utang sejak jaman kolonial Belanda. Berikut faktanya:

1. Indonesia Diwariskan Utang

Sri Mulyani menyebut Indonesia telah diwariskan oleh utang sejak jaman kolonial Belanda. Utang yang diwariskan saat itu sebesar US$ 1,13 miliar. Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini, maka sekitar Rp 16,6 triliun (kurs Rp 14.700/US$).

“Seluruh investasi sebelumnya yang dibukukan oleh pemerintah Belanda menjadi investasinya pemerintah Indonesia, yaitu utangnya menjadi utang republik Indonesia. Warisannya itu US$ 1,13 billion pada saat mungkin dulu GDP Indonesia masih sangat kecil,” kata dia dalam pembukaan Ekspo Profesi Keuangan 2020 melalui video conference, Senin (12/10/2020).

“Dari sisi ekonomi waktu kita merdeka, kita diberikan warisan Belanda tidak hanya perekonomian yang rusak namun juga utang dari pemerintahan kolonial,” kata dia dalam pembukaan Ekspo Profesi Keuangan 2020 melalui video conference, Senin (12/10/2020).

 

2. Ekonomi Indonesia Rusak

Selain diwariskan utang, Indonesia juga diwariskan oleh perekonomian yang rusak dari kolonial Belanda.

“Dari sisi ekonomi waktu kita merdeka, kita diberikan warisan Belanda tidak hanya perekonomian yang rusak namun juga utang dari pemerintahan kolonial,” ucapnya.

“Jadi waktu kita memulai dari pemerintahan untuk menjadi negara Indonesia merdeka itu secara keuangan kita tidak dengan balance sheet yang 0. Dengan neraca kita kemudian ‘oh kita memiliki semua harta kekayaan’, enggak. Pertama harta kekayaan yang ada rusak karena perang,” tambahnya.

3. APBN Defisit Besar

Ditambah waktu mulai membangun Indonesia, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disebut sangat besar sehingga menciptakan tekanan yang luar biasa. Waktu itu, pembiayaan defisit APBN tidak bisa dilakukan melalui penjualan surat utang negara seperti sekarang. Alhasil, yang dilakukan saat itu adalah meminta Bank Indonesia melakukan pencetakan uang untuk membiayai defisit anggaran.

“Yang terjadi adalah kemudian jumlah uang yang beredar lebih banyak dari suasana atau kondisi perekonomiannya, sehingga inflasi meningkat luar biasa besar,” tuturnya.

finance.detik.com


Ikuti Kami di Google News: HEADLINES.ID